Beberapa pekan lalu ke gramedia,
niat awalnya sih mau beli buku terbarunya bang Darwis yang berjudul Rindu. Tapi, biasa perempuan kalo
belanja. Karna hobi saya ke gramedia. Tau kan pastinya kalo disana bisa nemuin
beragam buku. Alhasil, buku yang saya idam-idamkan itu malah ngga kebeli. Tapi ngga
nyesel juga sih karna akhirnya saya lebih memilih untuk beli bukunya Mba Asma
Nadia yang berjudul “The Jilbab Traveler”.
Padahal buku itu sudah lumayan lama release-nya,
tapi saya baru tertarik beberapa menit setelah baca sinopsisnya. Kisah seru perjalanan
wanita-wanita muslimah yang berhijab backpacker-an ke luar negeri yang dikemas
sederhana, juga ada tips-tips perjalanan
buat para jilbaber yang mau backpacker-an. Apalagi backpacker ke luar negeri.
Berhubung waktu itu saya emang lagi pengeeeeen
banget backpacking bareng temen-temen jadi saya pilih buku ini.
Rencananya sih setelah buku ini selesai saya baca, baru deh beli bukunya bang
Darwis. Tapi dokunya mana yah ? hihi… Hem, sepertinya harus nunggu awal bulan
nih untuk beli buku itu. Syukur-syukur ada yang berbaik hati beliin saya hehe..
Well, lewat buku yang satu ini saya dapet pelajaran tentang banyak
hal. Mulai dari budaya, kuliner, bahasa, livingcost,
bahkan sampai hal-hal mendasar buat pemula yang mau backpacking ke luar negeri.
Selain tips dan info-info yang ada, kita juga disuguhi dengan berbagai macam
cerita seru, lucu, haru, bahkan sedihnya perjalanan para jilbab traveler. Dari
bacaan ini, saya jadi nggak takut untuk bisa bermimpi ke luar negeri. Mimpi aja
dulu boleh kok hihihi :’) karna hampir dari setiap pengalaman para traveler
yang saya baca, semuanya berawal dari mimpi. Bahkan, ceritanya Mba Asma Nadia
sendiri.
Melalui buku ini juga, saya
tertarik mempelajari budaya-budaya asing yang menurut saya unik karna banyaknya
perbedaan. Ya, bahkan perbedaan yang sangat mencolok. Misalnya, jika naik
angkutan di Indonesia kita terbiasa bilang ‘kiri’
atau ‘stop’ pada supir demi
diberhentikan di tempat tujuan, di Jerman tidak begitu. Setiap pemberhentian
dilakukan di stasiun atau halte. Kita tidak bisa sembarangan untuk minta
diberhentikan di tengah jalan, sekalipun letak halte agak jauh dari tempat
tujuan. Kita harus rela berjalan jauh untuk sampai pada tempat tujuan. Ada lagi
kisah seru lainnya dalam buku ini, jika di negeri ini kita memprioritaskan
lansia dan memberinya tempat duduk dalam sebuah angkutan umum itu dianggap baik
dan sopan, tidak dengan budaya yang ada di Amerika. Jika kita melakukan hal
yang sama sebagaimana budaya di Indonesia, di sana kita akan dicaci maki karna
dianggap melecehkan orang itu. Waaah terlihat sekali perbedaan budaya yang
mencolok, bukan ? Kami orang-orang Timur
cenderung bersikap lebih santun terhadap orang lain. Berbeda halnya dengan
orang-orang Barat.
Dalam buku ini, mba Asma Nadia juga
menyuguhkan secuil kamus survive di beberapa negara yang diceritakan. Ada
banyak tips for the jilbab traveler mulai dari mempersiapkan budget, dokumen, tiket,
barang bawaan, dan masih banyak lagi. Melalui buku ini, saya sudah menyaksikan
sejumlah muslimah yang membuktikan bahwa mereka bisa sampai ke berbagai belahan
dunia. Satu hal yang jadi impian banyak orang. Uniknya dengan berbagai cara.
Saya mengutip kalimat mba Asma Nadia yang begitu memotivasi saya dalam buku
ini, “Jilbab bukan pembatas mimpi. Jalan-jalan dan menapakkan kaki di bumi
Allah yang sangat luas ini, cuma satu simbol dari mimpi yang bisa kamu miliki.
Ngga usah ragu apalagi takut. Hidup hanya sebentar, sayang banget jika waktu
yang sebenarnya hanya sekedipan mata itu, masih dibatasi oleh banyak ketakutan
dan kekhawatiran atau perasaan ngga bisa.” Yap, semoga kita semua bisa meraih
impian untuk jalan-jalan ke luar negeri. Aamiin…