Pages

Monday, June 1, 2015

The Jilbab Traveler


Beberapa pekan lalu ke gramedia, niat awalnya sih mau beli buku terbarunya bang Darwis yang berjudul Rindu. Tapi, biasa perempuan kalo belanja. Karna hobi saya ke gramedia. Tau kan pastinya kalo disana bisa nemuin beragam buku. Alhasil, buku yang saya idam-idamkan itu malah ngga kebeli. Tapi ngga nyesel juga sih karna akhirnya saya lebih memilih untuk beli bukunya Mba Asma Nadia yang berjudul “The Jilbab Traveler”. Padahal buku itu sudah lumayan lama release-nya, tapi saya baru tertarik beberapa menit setelah baca sinopsisnya. Kisah seru perjalanan wanita-wanita muslimah yang berhijab backpacker-an ke luar negeri yang dikemas sederhana, juga  ada tips-tips perjalanan buat para jilbaber yang mau backpacker-an. Apalagi backpacker ke luar negeri. Berhubung waktu itu saya emang lagi pengeeeeen  banget backpacking bareng temen-temen jadi saya pilih buku ini. Rencananya sih setelah buku ini selesai saya baca, baru deh beli bukunya bang Darwis. Tapi dokunya mana yah ? hihi… Hem, sepertinya harus nunggu awal bulan nih untuk beli buku itu. Syukur-syukur ada yang berbaik hati beliin saya hehe..

Well, lewat buku yang satu ini saya dapet pelajaran tentang banyak hal. Mulai dari budaya, kuliner, bahasa, livingcost, bahkan sampai hal-hal mendasar buat pemula yang mau backpacking ke luar negeri. Selain tips dan info-info yang ada, kita juga disuguhi dengan berbagai macam cerita seru, lucu, haru, bahkan sedihnya perjalanan para jilbab traveler. Dari bacaan ini, saya jadi nggak takut untuk bisa bermimpi ke luar negeri. Mimpi aja dulu boleh kok hihihi :’) karna hampir dari setiap pengalaman para traveler yang saya baca, semuanya berawal dari mimpi. Bahkan, ceritanya Mba Asma Nadia sendiri.

Melalui buku ini juga, saya tertarik mempelajari budaya-budaya asing yang menurut saya unik karna banyaknya perbedaan. Ya, bahkan perbedaan yang sangat mencolok. Misalnya, jika naik angkutan di Indonesia kita terbiasa bilang ‘kiri’ atau ‘stop’ pada supir demi diberhentikan di tempat tujuan, di Jerman tidak begitu. Setiap pemberhentian dilakukan di stasiun atau halte. Kita tidak bisa sembarangan untuk minta diberhentikan di tengah jalan, sekalipun letak halte agak jauh dari tempat tujuan. Kita harus rela berjalan jauh untuk sampai pada tempat tujuan. Ada lagi kisah seru lainnya dalam buku ini, jika di negeri ini kita memprioritaskan lansia dan memberinya tempat duduk dalam sebuah angkutan umum itu dianggap baik dan sopan, tidak dengan budaya yang ada di Amerika. Jika kita melakukan hal yang sama sebagaimana budaya di Indonesia, di sana kita akan dicaci maki karna dianggap melecehkan orang itu. Waaah terlihat sekali perbedaan budaya yang mencolok, bukan ? Kami orang-orang Timur cenderung bersikap lebih santun terhadap orang lain. Berbeda halnya dengan orang-orang Barat.


Dalam buku ini, mba Asma Nadia juga menyuguhkan secuil kamus survive di beberapa negara yang diceritakan. Ada banyak tips for the jilbab traveler mulai dari mempersiapkan budget, dokumen, tiket, barang bawaan, dan masih banyak lagi. Melalui buku ini, saya sudah menyaksikan sejumlah muslimah yang membuktikan bahwa mereka bisa sampai ke berbagai belahan dunia. Satu hal yang jadi impian banyak orang. Uniknya dengan berbagai cara. Saya mengutip kalimat mba Asma Nadia yang begitu memotivasi saya dalam buku ini, “Jilbab bukan pembatas mimpi. Jalan-jalan dan menapakkan kaki di bumi Allah yang sangat luas ini, cuma satu simbol dari mimpi yang bisa kamu miliki. Ngga usah ragu apalagi takut. Hidup hanya sebentar, sayang banget jika waktu yang sebenarnya hanya sekedipan mata itu, masih dibatasi oleh banyak ketakutan dan kekhawatiran atau perasaan ngga bisa.” Yap, semoga kita semua bisa meraih impian untuk jalan-jalan ke luar negeri. Aamiin…

Yuk, tinggalkan jejak!

Terima kasih teman-teman yang sudah berkunjung. Silakan berkomentar di sini... ^_^

Sincerely, Ratih Dian.