Pagi ini seperti pagi-pagi
sebelumnya, saya selalu terlambat masuk kelas. Karna kami baru saja naik kelas
hehe.. alias naik tingkatan dari semester 2 ke semester 3. Sedikit agak
menyepelekan, saya belum tahu betul dosen mana yang akan mengajar mata kuliah
Linguistik. Ohya maaf, di sini saya tidak akan menjabarkan apa itu linguistik. Melainkan
sang linguis itu sendiri, dosen saya. Sebut saja namanya Bu Karlina, begitu
kami memanggilnya. Ohya soal terlambat ke kampus, heemm.. ini bukan kali
pertama saya begitu. uuhh.. begitulah saya. Masih belum bisa menghargai waktu
dengan baik. Saya tentu tidak akan beralasan lokasi rumah yang cukup jauh dari
kampus atau membela diri dengan mengatakan kalau saya selalu terkena macet di
jalan, sedangkan kawan lainnya tidak karna mereka nge-kos. Ya, saya akui ini
murni keterlambatan saya.
Sebelumnya, saya juga belum pernah
melihat dosen yang satu ini berkeliaran di lantai jurusan kami, Jurusan
Tarjamah (pakai hashtag #BanggaJadiAnakTarjamah hehe). Oke cukup, kesimpulannya
pagi ini adalah pertemuan pertama kami dengan beliau (Bu Karlina). Seperti dosen
lainnya, beliau memberikan arahan dan kontrak belajar pada perkuliahan ini. Juga
ada beberapa aturan yang harus kami patuhi, misal; mahasiswa ditekankan untuk
hadir tepat waktu, lebih awal lebih baik (waktu perkuliahan dimulai pukul 07:30
WIB). Dan beberapa hal lain mengenai penilaian dan tugas-tugas.
Melihat kondisi beliau yang nampak berbeda dengan kebanyakan orang, perasaan menyesal karna terlambat menjalar dalam diri. It’s being serious, meski sudah lumrah perihal keterlambatan saya ini loh. Pada pertengahan perbincangan kami soal silabus dan lain-lain, beliau menceritakan kejadian yang menimpanya 5 tahun lalu. Penyakit yang menurut beliau membawanya pada satu fase yang mengajarkannya begitu banyak hal, bahkan dalam kondisi seperti itu beliau masih terlihat penuh rasa syukur dalam dirinya. Oh God, I do apologize. Saya menyesal ?, Tentu.
Mengenai penyakitnya, tak begitu
asing di telinga saat mendengar jenis penyakit tersebut. Tapi saya tak tahu persis
apa penyebab dan akibat dari penyakit yang satu ini. Stroke, penyakit yang
diderita sang linguist ini. Penyesalan saya semakin dalam kala beliau
menceritakan dengan gamblang pengaruh dari penyakitnya yang membuatnya tak lagi
mampu bergerak dan berbicara lihai seperti sedia kala. Kami para mahasiswanya,
haru mendengar kisah yang cukup menyayat pagi ini. Well, cerita ini telah menginspirasi saya. Inspirasi untuk menulis,
menghargai waktu, menghargai banyak nikmat yang telah tuhan berikan. Semoga
dengan ini saya bisa lebih hormat pada waktu bahkan orang-orang di sekitar. Selalu
ingat bahwa kesehatan itu mahal, tanyakan pada orang yang sakit betapa
berharganya waktu sehat, betapa berharganya kondisi jiwa dan fisik yang kuat. Selalu
mensyukuri nikmat dan hidup sepenuh hati.
No comments:
Post a Comment