Di kamar, malam yang semakin larut
ini terasa semakin sunyi. Deru angin yang menghantarkan udara dingin semakin
menusuk sendi. Namun tetap saja kantuk tak jua menghampiri. Tuhan sengaja
menciptakan kesunyian, barangkali. Agar kita bisa lebih leluasa berdialog
dengan diri. Disadari atau tidak, dalam keseharian, kita lebih banyak
menggunakan otak kiri. Lalu di mana kau letakkan nuranimu, Hei?
Kalau sudah begini, rasanya tenaaang
sekali *lebay*. Sepertinya Tuhan pun sengaja menciptakan malam agar setiap kita
bisa cuti dari kebisingan. Biasanya, dalam suasana seperti ini, akan terlintas
banyak gagasan-gagasan cemerlang. Kita, semacam dilimpahi tumpukan-tumpukan ide brilian yang tak pernah habis isinya. Namun esok, –dalam
sekejap– tak lagi kita temui ide-ide itu di sini. Tuhan hanya meminjamkannya
semalam saja. Maka jika harus tak tidur dalam waktu semalam, sepertinya saya
mampu. Sembari terus berdo’a agar Tuhan senantiasa melindungi saya dari kondisi
kesehatan yang memburuk.
Mengapa begitu? Karna esok, saat
Tuhan ambil kotak-kotak ide itu, saat niat-niat baik dan gagasan cemerlang itu tak
lagi di sini, kemungkinan akan rumit saya peroleh lagi. Ide itu seperti
binatang buas. Niat juga sama, ia perkara yang sulit ditaklukkan. Jika sekarang
kita bilang “A”, maka lima belas menit berikutnya bisa jadi “B”, untuk kemudian
berubah lagi menjadi “C”.
Meski kita sudah melewati banyak
pintu-pintu dan level-level niat, sejatinya sepanjang perjalanan itu, kita
hanya mengalami peningkatan dan penurunan. Sesekali ia berada di puncak lantas
dengan sigap kita merealisasikannya. Namun sesekali ia berada di lembah, yang
selalu berada di bawah dan masih jauh dari wujud konkret.
Sejenak saya tertegun. Lebih banyak
niat baik yang saya realisasikan atau sebaliknya? Aih, pertanyaan itu menohok,
membuat skakmat. TELAK!!!
No comments:
Post a Comment