Teringat sekuel novel Sepatu Dahlan, saya membuka kembali
lembar demi lembar novel berjudul Surat Dahlan yang ditulis oleh Daeng
Khrisna Pabichara tersebut. Berharap memperoleh ide yang bisa saya tuangkan di
blog ini. Seketika jemari saya terhenti tepat di halaman 91, bagian yang
menceritakan saat ayahanda Dahlan bujang mengiriminya surat.
Seperti bapak saya dulu, beliau juga kerap mengirimi saya
paket yang di dalamnya diselipi amplop uang dan surat. Hihi *macam anak rantau
saja* Itu dulu, kala saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Dan memang
benar, sepertinya saya juga patut disebut sebagai ‘perantau’. Meski
jaraknya hanya antar kota saja. Jakarta-Bogor.
Baiklah, saya tidak akan membahas perihal surat-menyurat itu
di sini. Tapi isi surat tersebut yang saya ambil untuk mengingat kembali kisah yang
–mungkin– sebagian teman-teman pernah menyimaknya namun sudah raib entah kemana.
Teman-teman masih ingat kisah tentang kegeraman Nabi Musa
karena pertanyaan Bani Israil yang meremehkan Allah? Jika lupa, baiklah, akan
saya dongengkan lagi –berdasarkan tulisan Daeng Khrisna– di sini.
Seperti dikisahkan oleh Ibnu Abbas, suatu waktu, orang-orang
Bani Israil bertanya kepada Nabi Musa a.s., “Wahai Musa, apakah Tuhanmu tidur?”
Mendengar pertanyaan itu, Nabi Musa gusar dan menjawab, “Takutlah kalian kepada
Allah, sungguh, pertanyaan kalian tidak layak dilontarkan.”
Tak lama berselang, Allah berseru kepada Nabi Musa, “Wahai
Musa, mereka bertanya apakah aku tidur? Baiklah, ambil dua botol. Pegang kedua
botol itu dengan masing-masing tanganmu sampai pagi tiba. Ingat, pegang erat! Jangan
sampai botol itu jatuh dan pecah.
Dengan takzim, Nabi Musa melaksanakan perintah Allah. Sejurus-dua
jurus, belum terjadi apa-apa. Tangan masih kuat, mata Nabi Musa masih tetap
segar. Namun saat malam semakin larut, mata Nabi Musa semakin berat. Kantuk menyerang
alangkah hebat. Genggamannya merenggang, kedua botol itu jatuh menimpa pahanya.
Nabi Musa tergeragap dan segera mengambil kedua botol itu, memegangnya lebih
erat dan berusaha menghalau kantuk. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Di sepertiga
malam, kantuk menghebat. Matanya terpejam, Nabi Musa tak kuat lagi. Akhirnya Nabi
tertidur, pulas sekali. Saking pulasnya, Nabi tak sadar bahwa botol yang
dipegangnya sudah jatuh dan pecah. Begitu bangun, hatinya amat masygul karena
telah lalai dan tak mampu melawan rasa kantuk. Nabi Musa sedih bukan kepalang.
Kemudian di tengah kesedihan itu, Allah Swt. berfirman, “Wahai
Musa, kalau saja aku tidur sebagaimana pulasnya tidurmu, langit dan bumi ini
juga akan jatuh dan pecah. Berserakan. Sama seperti kedua botol yang kau
genggam tadi.”
Begitulah Allah menganalogikan botol-botol tersebut seperti
semesta dan seisinya. Jika Allah, Sang Pemilik alam ini memiliki kebiasaan yang
sama dengan makhluk-Nya, yaitu tidur, tentu alam ini akan berserakan. Sejatinya Allah
juga memberi tahu kita tentang metode mengajarkan dan menyampaikan suatu
pesan. Agar pesan tersebut mampu dipahami dengan baik. Yaitu dengan menyepadankan
dua hal yang berlainan, seperti dalam kisah di atas.
Maka yakinlah, Allah tidak pernah tidur. Dia menjaga kita.
Allah tidak pernah tidur. Dia melihat apapun yang kita lakukan, sekecil apapun
perbuatan. Allah tidak pernah tidur. Dia mendengar semua do’a-do’a kita.
Untuk yang kesekian kali, ALLAH TIDAK PERNAH TIDUR!
Meski begitu, percayalah, bahwa tidak semua yang kita
inginkan akan dikabulkan. Karna Dia lebih mengetahui segala yang terbaik. Terkadang,
Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
No comments:
Post a Comment