Pages

Sunday, October 16, 2016

Allah Tidak Pernah Tidur

Teringat sekuel novel Sepatu Dahlan, saya membuka kembali lembar demi lembar novel berjudul Surat Dahlan yang ditulis oleh Daeng Khrisna Pabichara tersebut. Berharap memperoleh ide yang bisa saya tuangkan di blog ini. Seketika jemari saya terhenti tepat di halaman 91, bagian yang menceritakan saat ayahanda Dahlan bujang mengiriminya surat.

Seperti bapak saya dulu, beliau juga kerap mengirimi saya paket yang di dalamnya diselipi amplop uang dan surat. Hihi *macam anak rantau saja* Itu dulu, kala saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Dan memang benar, sepertinya saya juga patut disebut sebagai ‘perantau’. Meski jaraknya hanya antar kota saja. Jakarta-Bogor.

Baiklah, saya tidak akan membahas perihal surat-menyurat itu di sini. Tapi isi surat tersebut yang saya ambil untuk mengingat kembali kisah yang –mungkin– sebagian teman-teman pernah menyimaknya namun sudah raib entah kemana.

Teman-teman masih ingat kisah tentang kegeraman Nabi Musa karena pertanyaan Bani Israil yang meremehkan Allah? Jika lupa, baiklah, akan saya dongengkan lagi –berdasarkan tulisan Daeng Khrisna– di sini.

Seperti dikisahkan oleh Ibnu Abbas, suatu waktu, orang-orang Bani Israil bertanya kepada Nabi Musa a.s., “Wahai Musa, apakah Tuhanmu tidur?” Mendengar pertanyaan itu, Nabi Musa gusar dan menjawab, “Takutlah kalian kepada Allah, sungguh, pertanyaan kalian tidak layak dilontarkan.”

Tak lama berselang, Allah berseru kepada Nabi Musa, “Wahai Musa, mereka bertanya apakah aku tidur? Baiklah, ambil dua botol. Pegang kedua botol itu dengan masing-masing tanganmu sampai pagi tiba. Ingat, pegang erat! Jangan sampai botol itu jatuh dan pecah.

Dengan takzim, Nabi Musa melaksanakan perintah Allah. Sejurus-dua jurus, belum terjadi apa-apa. Tangan masih kuat, mata Nabi Musa masih tetap segar. Namun saat malam semakin larut, mata Nabi Musa semakin berat. Kantuk menyerang alangkah hebat. Genggamannya merenggang, kedua botol itu jatuh menimpa pahanya. Nabi Musa tergeragap dan segera mengambil kedua botol itu, memegangnya lebih erat dan berusaha menghalau kantuk. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Di sepertiga malam, kantuk menghebat. Matanya terpejam, Nabi Musa tak kuat lagi. Akhirnya Nabi tertidur, pulas sekali. Saking pulasnya, Nabi tak sadar bahwa botol yang dipegangnya sudah jatuh dan pecah. Begitu bangun, hatinya amat masygul karena telah lalai dan tak mampu melawan rasa kantuk. Nabi Musa sedih bukan kepalang.

Kemudian di tengah kesedihan itu, Allah Swt. berfirman, “Wahai Musa, kalau saja aku tidur sebagaimana pulasnya tidurmu, langit dan bumi ini juga akan jatuh dan pecah. Berserakan. Sama seperti kedua botol yang kau genggam tadi.”

Begitulah Allah menganalogikan botol-botol tersebut seperti semesta dan seisinya. Jika Allah, Sang Pemilik alam ini memiliki kebiasaan yang sama dengan makhluk-Nya, yaitu tidur, tentu alam ini akan berserakan. Sejatinya Allah juga memberi tahu kita tentang metode mengajarkan dan menyampaikan suatu pesan. Agar pesan tersebut mampu dipahami dengan baik. Yaitu dengan menyepadankan dua hal yang berlainan, seperti dalam kisah di atas.

Maka yakinlah, Allah tidak pernah tidur. Dia menjaga kita. Allah tidak pernah tidur. Dia melihat apapun yang kita lakukan, sekecil apapun perbuatan. Allah tidak pernah tidur. Dia mendengar semua do’a-do’a kita.

Untuk yang kesekian kali, ALLAH TIDAK PERNAH TIDUR!

Meski begitu, percayalah, bahwa tidak semua yang kita inginkan akan dikabulkan. Karna Dia lebih mengetahui segala yang terbaik. Terkadang, Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

No comments:

Yuk, tinggalkan jejak!

Terima kasih teman-teman yang sudah berkunjung. Silakan berkomentar di sini... ^_^

Sincerely, Ratih Dian.